Monday, January 20, 2014

Berbagi Suami (2006) Review.


Tadi malam saya memaki diri saya sendiri saat menonton Berbagi Suami karena baru tadi malam saya menyaksikan sebuah film Indonesia yang sangat jujur, berani, dan berkelas (cieelah berkelas). Saya katakan dengan tegas ya (Nezuki 'Hear The Wind Sing' mode: ON) Berbagi Suami adalah film Indonesia terbaik selama 1 dekade ini, dan mungkin salah satu film drama terbaik yang pernah ada di dunia ini, ciyus.


Berbagi Suami memiliki 3 buah cerita yang berputar pada 3 hal: Poligami, cinta, dan kesetiaan. Cerita pertama dibuka dengan cerita Salma (Jajang C.Noer, yang benar-benar kayak setan aktingnya), seorang dokter yang dipoligami oleh suaminya yang seorang politikus. Cerita kedua adalah cerita Siti (Shanty), seorang perempuan dari kampung yang dibawa ke kota dan dipoligami oleh seorang supir produksi film bernama Pak Lik (Lukman Sardi). Cerita ketiga diwakili oleh seorang tionghoa bernama Ming (Dominique) yang dijadikan istri simpanan oleh Koh Abun (Tio Pakusodewo). 3 cerita yang saling berhubungan ini kemudian disatukan oleh Nia Dinata dan menjadikannya sebuah narasi yang ciamik dan enjoyable.


Dari segi teknikal, kualitas teknikal Berbagi Suami benar-benar memukau. Di sini kita tidak akan menemukan plot hole yang mengganggu, akting yang aneh (meskipun di cerita ketiga ya agak-agak 'begitulah'), dan soundtrack yang menye-menye. Jika kamu memiliki ekspektasi kalau Berbagi Suami adalah sebuah film drama yang sudah ada di mana-mana, silahkan buang jauh-jauh ekspektasi kamu itu, karena Berbagi Suami memiliki materi cerita yang benar-benar berani, berbeda, dan dewasa.

Ketimbang menjadikan Berbagi Suami sebagai sebuah film art-house dengan style yang pretensius dan nyeni, Nia Dinata malah membungkus dan menyajikan film ini dengan gaya narasi yang enjoyable, sinematografi yang stylish, dialog dan sentuhan humor yang sangat lucu, dan kritik terhadap masyarakat Indonesia dengan gaya yang pintar. Saya bersumpah demi nama Untung Angsa dan Paman Gober, Berbagi Suami pasti bisa dinikmati siapapun yang menontonnya. Dan kalaupun Kamu tidak menyukai dan membenci Berbagi Suami, bukan berarti selera film kamu jelek ya, cuma  apa ya, gembel?


Karakter yang hadir di dalam Berbagi Suami pun menurut hemat saya adalah karakter yang believable. Kehampaan kehidupan para karakter benar-benar dibawakan secara berjiwa dan hidup oleh para pemerannya (pengecualian untuk Dominique yang agak kurang imo). Soundtrack-nya pun digarap dengan megah dan berkelas, apalagi lagu 'Pergi tanpa pesan' yang dibawakan oleh Sore benar-benar menambahkan kesan hopeless, desperate, dan mellow. Setelah mendengar lagu pergi tanpa pesan secara khusuk, tiba-tiba saya merasa sangat berdosa karena telah mengunduh album Sore secara ilegal, maafkan saya wahai para member Sore, kalau nanti saya main ke Jakarta, saya pasti akan ke Aksara dan membeli album kalian, asal jangan mahal-mahal ye harganya, akuh bukan horang kayaaaah.

Kekurangan film ini terlihat dari segment terakhirnya yang agak dragging dan anti klimaks. Kalau saya jadi Teh Nia Dinata, ketimbang menyusun ceritanya dengan urutan 1-2-3, saya akan menempatkan urutan ceritanya menjadi 3-1-2, atau 1-3-2. Kenapa? Karena saya merasa cerita ke-3 adalah cerita yang paling lemah dan anti klimaks jika mesti ditanding dengan cerita ke-1 dan cerita ke-2. Entah kenapa saya lebih suka cerita dengan theme 'acceptance' yang hadir di cerita ke-1 dan cerita ke-2 ketimbang cerita yang agak sassy di cerita ke-3. Cerita ke-3 juga memiliki dialog-dialog yang agak menganggu kemampuan pendengaran penontonnya. Yang mau saya point out selain akting tanggung yang dibawakan Dominique adalah akting yang buruk dan dialog cheesy yang dilontarkan dari karakter 'anak IKJ' (saya lupa siapa nama orangnya), sungguh saya ingin menangis melihat betapa memalukan aktingnya. Oh Tuhan, kenapa Nia Dinata membiarkan makhluk itu merusak cerita ke-3, kenapaaaaa???


Berbagi Suami tidak berada dalam posisi menghakimi, menyudutkan, atau menyalahkan suatu pihak, tidak juga mencoba mengkhotbahi dan menguliahi penontonnya. Nia Dinata membiarkan penontonnya untuk mengambil kesimpulan tersendiri tentang apa arti sebenarnya dari poligami, membuat film ini menjadi sebuah hiburan audio visual yang berkualitas. Buat kalian para bangsat-bangsat yang suka nonton film drama kualitas sinetron yang sering nongol di 21, segeralah tonton film ini, why? karena film ini adalah sebuah.....aduh, sepertinya saya sudah kehabisan kata-kata untuk nemuji film ini. Singkat kata: Nia Dinata is a fucking genius, and this awesome movie deserves.....

4 comments:

  1. Mampir ya gan ke blog ane. www.tukangcela.blogspot.com salam kenal

    ReplyDelete
  2. salah satu film indonesia yg bagus, tp bukan film terbaik di dunia juga sih hehe..Sy jg setuju soal akting dominique yg masih belum bagus (namanya pengalaman pertama kali ya..tp secara fisik sih cocok jd si Ming), selain si domi, sy juga ga terlalu suka sama Reuben (yg jadi anak IKJ), tp herannya dia masuk nominasi FFI untuk pemeran pembantu pria (untungnya ga menang). Di luar itu semua sih bisa dibilang mulus untuk standar film indonesia. Sy juga bakal rekomendasi Berbagi suami sbg salah satu film drama indonesia era thn 2000an yg wajib ditonton.


    *)BTW, Udh pernah nonton "soulmate" filmnya dian sastro? (gak sih, cuma pengen tahu review org lain aja soal film ini. krn menurut saya "soulmate" punya jalan cerita yg menarik dan karakter2 yg menantang buat diperankan, tp memang penyutradaraannya msh kurang, jd secara visual mgkin gak menarik)

    ReplyDelete