Wednesday, January 16, 2013

Les Miserables (2012) Review.


Sudah lebih dari 2 minggu sejak gw ngeliat trailer Les Miserables pas nonton The Hobbit, dan for some reason, entah kenapa gw memasang ekspektasi yang bisa dibilang terlalu tinggi buat Les Miserables. Why? karena gw ampe sekarang masih dibikin ear-gasm sama trailer Les Miserables sendiri yang kelewat epik.  If you haven't seen it, coba deh buka youtube, then type: LES MISERABLE TRAILER. FFS, suara Anne Hathaway itu bener2 bikin gw terguncang, gile, hilang sudah pesona Selina Kyle yang manipulatif-sadis-unyu dari TDKRnya Nolan.  Sumpah deh, gw ga nyangka ternyata Anne Hathaway bisa nyanyi, nyanyiannya bagus pula.  Karena trailernya yang sedemikian ear-gasm, pulang sekolah barusan, gw pun mutusin untuk nonton Les Miserables mumpung harga tiket 21 masih murah, atau sama dengan 3 hari setengah jajan gw. Apakah Les Miserables berhasil memenuhi ekspektasi gw sebagai penonton berselera Kubrick-Nolan-Lynch-Tarantino-Leone-Zemeckis-Refn-Paul-Thomas-Anderson? (Oh iya, minus Hithcock sama Rodriguez, have you guys seen From Dusk Till Dawn?)




Film dimulai dengan opening scene yang benar2 megah, dan nunjukin aura2 kapitalisme serta slavery yang sedang gila2an di jamannya.  Nyeritain si Narapida 2460, Jean Valjean (Hugh Jackman) Yang dihukum di penjara karena mencuri sepotong roti demi memberi makan anak saudarinya yang lapar. Menjalani 19 tahun hukuman penjaranya, Jean pun dibebasin oleh Javert (Russel Crowe).  Namun Jean tidak sepenuhnya bebas karena Jean masih berada di bawah bayang2 masa lalunya sebagai seorang pencuri dan narapida, otomatis membuatnya susah diterima kerja dimana2.  Meringkuk kedinginan malem2 di jalanan, Jean pun ditawari tempat inap oleh seorang Pastur (Colm Wilkinson) bukannya berterima kasih, Jean malah mencuri beberapa barang milik Pastur di saat semuanya sedang terlelap.  Keesokan harinya, Jean tertangkap dan dibawa ke rumah Pastur, Pastur pun bukannya marah, beliau malah mengikhlaskan barang2 yang dicuri Jean, dan meminta Jean agar menggunakan barang2 yang Jean curi, agar Ia gunakan sebaik2nya.


8 Tahun kemudian, tahun 1823, Jean kini telah menjadi seorang mayor dan memiliki sebuah pabrik. Fantine (Anne Hathaway) adalah salah satu dari sekian banyak pekerja yang Jean miliki.  Sirik karena kecantikan Fantine, para pekerja lain pun mulai menuduh bahwa Fantine adalah seorang pelacur, Fantine pun dipecat oleh mandor pabriknya Jean dan terlantar.  Gak punya kerjaan dan sangat2 membutuhkan uang, Fantine pun terpaksa menjadi pelacur demi menghidupi anaknya yang sedang terkena sakit, sampai suatu ketika, Fantine hendak ditangkap oleh Javert karena Fantine telah memukul seseorang lelaki yang menggoda Fantine, kemudian di saat yang tidak mengenakan itu, Fantine pun kembali bertemu dengan bosnya, Jean Valjean.  Dan at this point, gw ga akan nyeritain lagi ceritanya, karena the rest of the story gak bakalan bisa lo nikmatin kalo sampe gw nyeritain sinopsisnya lebih lanjut, it's for your own good.

Bad luck Anne Hathaway.

Freedom dan Rebellion, 2 hal itu merupakan unsur yang saling bahu membahu dan menjadi backbone Les Miserables. Bebas, karena lu bakalan terpukau sama sosok Jean Valjean yang menjadi protagonis, tujuan hidup Jean Valjean itu ingin bebas, lepas, dan keluar dari masa lalunya yang kelam.  Tapi, obstacle raksasa berbentuk makhluk kejam bernama Javert menghalangi kebebasan Jean, dan otomatis, membuat penonton agak merasa keki sendiri sama si Polisi Gladiator yang moralnya emang ga bisa dipertanyakan ato ditoleransi lagi deh. Jadi, sepanjang durasi Les Miserables jalan, lu bakal ngeliat perjuangan si Hugh Jackman dalam perjalanannya mencari sekedar Safe Haven ato El Rey yang dia impikan, sampai dia bertemu dengan Fantenine, dan otomatis, tujuan hidup Jean pun berubah, dari yang ingin mencari kebahagiaan untuk dirinya sendiri, kebahagian berbentuk kebebasan tanpa dekapan masa lalu berubah menjadi ingin memberikan kehidupan yang layak atau kebebasan yang lain terhadap seseorang, bernama Cornette, eh, Cosette.


MUSICS-MUSICS-MUSICS, Music is everywhere, and sometimes it makes you lost control, Les Miserable itu ga diisi dengan dialog2 yang bertele2 dan ngebahas pop-cultrue kayak film2nya Tarantino (eh, serius deh, kenapa ini gw malah ngomongin taratino?! 21, Y U NO PLAY DJANGO UNCHAINED?!) Sehingga membuat Les Miserables menjadi sebuah film dengan genre drama-musical yang bener2 menghanyutkan, indah, sekaligus poetic, dan in a good way, bakalan ngebikin lu ga sia2 ngeluarin tiket mahal2 buat nonton film ini.

Pertamanya mungkin lo bakalan ngerasa disorientasi ngeliat tiap karakter itu kalo mo ngomong malah nyanyi, tapi 10-30 menit kemudian, gw jamin, lu bakalan hanyut sama alunan2 melodi yang ada di Les Miserables, gw sendiri sempat mengerenyitkan dahi di 10 menit pertama pas Hugh Jackman ngomong ama Russel Crowe, ngomong sih ngomong, tapi ngomongnya itu bener2 ribet, keliatannya malah kayak battle nge-rap yang sering gw liat di tv2 jaman dulu.  But after that, trust me, feel disorientasi lu bakalan hilang karena Les Miserables itu bakalan ngebalikin mood kita lewat iringan melodi, sound effect, serta narasi cerita yang walaupun bisa dikatakan dalam taraf predictable, tapi script cerita yang sudah ada berabad2 itu masih tetap sukses bikin gw terpukau dengan gayanya sendiri yang benar2 berani.

Ini pasti ulah hantu Stanley Kubrick.....pasti.

Script, cast, serta iringan musiknya itu nyaris sempurna dan hampir ga ada bolong2nya.  Kualitas Narasinya itu berani, berani dalam artian, cerita yang sudah berdebu itu ternyata masih efektif untuk penonton modern di tahun 2013 sekarang.  Gw, sebagai penonton yang gampang banget bosan ternyata bisa dibikin terpukau melihat keindahan mis-en-scene yang ada di Les Miserables, pengambilan shot-nya tuh rapi dan keren sekali., bakalan ngebikin lu deja vu sama Skyfall-nya om Sam Mendes. Buat ensemble cast yang nongol disini, gw cuman bisa bilang, bahwa selain jago akting, mereka juga bisa nyanyi. Gw masih ga nyangka ternyata sosok Hugh Jackman yang sempat jadi pesulap bernasib malang di The Prestige ternyata suaranya merdu dan macho sekali layaknya Michael Madsen yang nyanyi "Stuck in the middle with You" di Reservoir Dogs. Buat Russel Crowe, demi neptunus, ini orang ga bisa dendam kesumat doang ama Joaquin Phoenix di Gladiator atau ngamuk2 mukul Guy Pearce di L.A Confidential, DIA JUGA BISA NYANYI ternyata, buat kaum hawa, gw jamin, telinga kalian bakal meleleh ngedenger ini om2 ajaib nyanyi, suaranya itu sangar abis, sangar sekaligus lembut, ciyus. Dan untuk Anne Hathaway, sang Girl-Next-Door pujaan kaum adam fanboy Nolan ini  ternyata ga cuman bisa meong2 doang di The Dark Knight Rises, suaranya ternyata gila-mampus sekali pas nyanyi, ini cewe gw yakin bakalan menang kalau ikutan American Idol atau X-Factor dan semacamnya. 


Btw, kalo boleh curhat dikit, scene favorit gw dari Les Miserables itu pas si Anne Hathaway nyanyi lagi In Dreamed a Dream, feel yang lu rasain bakalan campur aduk deh pas ngedengerin si Hathaway nyanyi, lewat iringan musiknya, lewat shot2 kelamnya, lewat mimik mukanya Hathaway, lewat lirik lagunya, hingga keindahan suara yang Anne Hathaway lantunkan, lu bakal nangkep metafora dari adegan itu sendiri yang nunjukin Kemunafikan, Kesengsaraan, Kebahagiaan, Kedamaian, dan harapan-harapan palsu serta mimpi2 yang selalu dimimpiin, ditampilin secara bersamaan, feel faktapnya lain dari pada yang lain deh, alah, jadi pusing dah gw ngejelasinnya, pokoknya gw ngeliat Anne Hathaway nyanyi jadi nyaris pipis di celana, udah ah, ribet.


I dreamed a dream in time gone by
When hope was high
And life worth living
I dreamed that love would never die
I dreamed that God would be forgiving

But the tigers come at night
With their voices soft as thunder....

I had a dream my life would be
So different from this hell I'm living
So different now from what it seemed
Now life has killed the dream I dreamed....
 (damn, pas bagian ini gw nyaris pipis di celana)
(mana durasinya masih lama lagi, duuh, untung ada botol minuman.)


Sempurna, eh, Sempurna? engga lah.  Les Miserables sendiri masih memiliki beberapa kekurangan kecil yang harusnya masih bisa diperbaiki, seperti Supporting Role yang kadang annoying, transisi cerita yang sempat ga enak rasanya (walopun endingnya faktap sekali) Penurunan kualitas cerita sejak sekuens kedua, dan lain2. (bukannya dan lain2 sih, gw masih bingung ini film kurangnya apa lagi, makanya cuman sanggup nulis dan lain2, hehehe, piss)


Les Miserables sendiri menurut gw berhasil menyuguhkan suatu cinematic experience paling indah sekaligus sengsara yang pernah gw nikmatin. Entah lu penggemar drama musikal yang hanyut2 unyu, riang2 alay, or even lu adalah orang yang menjadikan Transformers dan Fast and The Furious sebagai top 10 film lu seumur hidup, lu bakalan tetap bisa menikmati Les Miserables apapun bentuk selera film yang lu miliki.  Buat gw, Les Miserables is not just only a movie, it is, a tear extractor that will completely blow you away. So, apalagi yang ditunggu? cepetan dah nonton mumpung filmnya masih main di bioskop.


0 comments:

Post a Comment