Tuesday, February 25, 2014

The Act of Killing (2012) Review


One of the most memorable films for me, mungkin karena gue udah nonton film ini kurang lebih 6 kali dan gak bosen-bosen buat nonton berulang kali, atau emang karena basically gue sendiri orang yang sangat amat curious dengan peristiwa G30S dan genosida yang terjadi selepas kejadian G30S sekitaran tahun 65-66 dari waktu masih kecil, jadinya seneng banget-bangetan pas tahu ada film dokumenter ini.
The Act of Killing bercerita tentang Anwar Congo, orang yang “terpandang” di kalangan organisasi paramiliter Pemuda Pancasila. Anwar ini dulunya calo tiket bioskop dan ngefans berat sama film-film bergenre gangster dan cowboy. Namun Anwar seketika berubah jadi orang yang berbeda ketika kejadian G30S terjadi. Anwar dan temennya yang namanya Adi Zulkadry (sumpah ini orang rasanya pengen gue geplak pakai raket nyamuk) (padahal sendirinya takut banget kalo deket-deket sama raket nyamuk) ngebunuh para simpatisan PKI dan orang-orang etnis Cina yang ada di Medan pasca kejadian G30S. Mereka berdua pun akhirnya bikin film yang nyeritain tentang apa yang mereka lakukan ke orang-orang yang udah mereka bunuh berpuluh-puluh tahun yang lalu, dengan versinya mereka sendiri. 
Skenario yang Anwar dan Adi buat untuk film yang mereka bintangi sendiri tentang apa yang mereka lakukan pasca G30S, pun nggak terlepas dari kesan terlampau jujur untuk orang-orang yang pernah membunuh orang banyak. Mereka pun tanpa ragu blak-blakan ke Oppenheimer selaku director dari The Act of Killing bahwa yang mereka bunuh bukan hanya puluhan, tapi ratusan bahkan ribuan orang, dan pembunuhan massal itu dilakukan dengan “tali kawat maut” yang biasanya Anwar cs. pakai untuk ngebunuh orang-orang, soalnya Anwar gak tahan sama bau darah katanya, gitudeh. Suka-suka si bapak aja lah ya.

Karena film ini film dokumenter, social atmosphere nya kerasa banget. Gak cuma ngejelasin tentang Anwar Congo dan temen-temennya yang kutukupret, keadaan masyarakat Medan dan suasana dari organisasi Pemuda Pancasila pun gak kelewatan buat disorot. Dan juga, film ini bener-bener bikin emosi gue campur aduk, yang awalnya gue kesel setengah mampus sama Anwar, tapi ikut-ikut mewek juga gara-gara si Anwar. Hedeh. 

Selain itu, banyak banget adegan yang memorable dari film ini dan ngena banget buat yang nonton. Adegan Anwar sama Adi Kutukupret lagi fishing, adegan Herman Koto yang heboh bener kalo pas sikat gigi, adegan Japto dengan kata-katanya yang fenomenal (dan masih suka nge-stuck di otak gue) ke golf caddy nya, adegan waktu di air terjun, adegan Anwar muntah… uhh sure. I’ll stop from speaking out too frankly about every scene in this movie.
BOOOORRRRNNNN FREEEEEE~~~~

Terlepas dari kontroversi yang udah film ini buat, i guess it’s totally safe to say that this movie is one of the best documentary films ever. Overall, film ini nyeritain tentang Indonesia sih, khususnya kondisi sosial masyarakat Indonesia yang diwakili sama masyarakat Medan dan itu semua gak terlepas dari ide utama film ini yang pengen ngejelasin apa yang pernah terjadi di Indonesia berpuluh-puluh tahun yang lalu. Rasanya gue mau ngucapin terima kasih buat Anwar Congo yang sanggup buat jujur dan ngomong secara gamblang tentang pembunuhan yang dia dan temen-temennya udah lakukan, walaupun dia tetep ngerasa kalo apa yang dia lakukan dengan ngebunuh orang-orang yang gak sedikit itu bener. Gue rasa, orang-orang lain yang juga udah curious banget soal kejadian G30S yang penuh propaganda dan pembunuhan massal tahun 1965-1966 pun kurang lebih ngerasa hal yang sama kayak gue. Dan menurut gue, udah sepantasnya kita respect sama Joshua Oppenheimer karena berani buat ngangkat tema yang sensitif buat masyarakat Indonesia sendiri dan ngebuka hal-hal yang gak semua masyarakat Indonesia tahu tentang salah satu sejarah kelam negaranya sendiri.
Intinya, kalo lo ngerasa lo peduli sama sejarah negara ini yang udah diputarbalikkan sama propaganda yang dibuat sama rezim “yang itu tuh” dan mau ngeliat satu dari sekian banyak kebenaran yang ditutup-tutupin, nonton film ini. Baru-baru ini juga, film ini sampai masuk nominasi Oscar buat kategori film dokumenter loh.
*tepuk tangan meriah macem monyet*

And yes, this movie deserves 9/10 from me. Heh. Hheheheheheheh.
Buat penutup, gue mau ngutip quote paling kece dan menggelora nan membahana dari film ini;
“GHRRRRROOOOK, HOEEEEEEEEEEEEERRRRRGGGGHHH, WWWWHHHHROOOOOOKKK, HOEEEGRHGHEEGHGRH.”  –Anwar Congo.

0 comments:

Post a Comment