"AWWWWW!!!", teriak sepasang mas-mas yang duduk disebelah saya dan Patrick saat adegan pembunuhan pertama dalam film The Raid 2: Berandal berlangsung. Dari sini saya sudah yakin kalau sepasang mas-mas yang duduk disebelah saya adalah pasangan sesama jenis, Patrick masih tidak percaya, dia beranggapan kalau mas-mas itu hanyalah teman dekat, sama seperti saya dan Patrick yang sudah bersahabat sejak kelas 2 SD, dan teriakan histeris yang mereka teriakan barusan hanyalah kebetulan saja terdengar seperti 'itu'. Namun saya masih ingin merubah pola pikir Patrick yang terlalu polos, dan juga ingin menunjukan, kalau intuisi saya sama tajamnya dengan Ushikawa dari 1Q84.
2 jam setelah kejadian di The Raid pertama, Rama (Iko uwais) diminta oleh Bunawar (Cok Simbara) untuk menjadi mata-mata dalam keluarga Bangun (Tio Pakusedewo) dengan cara mendekati anaknya, Uco (Arifin Putra), yang sedang berada di dalam penjara. Tugas Rama ialah mencari bukti yang menghubungkan Reza (Roy Marten) dengan para kepala mafia yang menguasai kota. Berhasilkah Rama menyelesaikan tugasnya sebagai seorang mata-mata dan kembali ke kehidupannya yang normal?
"aaaa'aaaaaaa'aaaaaaaaaaaahhh~" Teriak mas-mas gemulai yang duduk disamping saya saat adegan perkelahian dilumpur dimulai. Kalau biasanya saya kesal dengan penonton yang heboh saat menonton, khusus untuk kali ini saja, saya bisa memaklumi. Bila The Raid menghadirkan sebuah pengalaman claustrophobic yang amat menegangkan, di mana setiap menitnya diisi oleh adegan pukul-pukulan dan erangan para petarung di tempat yang sempit, maka The Raid 2 memberikan setiap penonton adegan bertarung yang jauh lebih liar dan gila, dalam skala yang lebih besar.
Memang, shot-shot yang kelam dan mencekam seperti di The Raid: Redemption ataupun perasaan tersudut seperti tikus yang dikepung oleh sekelompok kucing sudah tidak terasa lagi di The Raid 2, tapi Evans menggantinya dengan berbagai macam shot-shot yang jauh lebih berkelas dan drama yang lebih kompleks. Evans juga membuat Indonesia tidak terasa seperti Indonesia, tetapi seperti sebuah dunia antah berantah yang menggunakan bahasa Indonesia sebagai sebuah bahasa umum. Ini terlihat dari adanya salju yang turun saat adegan Prakoso (Yayan Ruhian) sedang bertatung mati-matian. Buat saya, salju yang turun saat Prakoso sedang terengah-engah benar-benar menambahkan kesan mellow dalam film ini, membuat para penontonnya makin bersimpati dengan karakter Prakoso yang hidupnya semakin suram. Mas-mas gemulai disamping saya pun langsung menyenderkan kepalanya ke mas-mas yang ada disampingnya sambil bergumam: "kasian ya si Prakoso", saya pun mencoba melakukan hal yang sama ke bahu Patrick, sayangnya, Patrick langsung menabok kepala saya sambil berkata: "Najis lu Tim."
Selain adegan martial arts yang membuat mata tercengang, ada juga adegan car chase yang membuat setiap penontonnya terkagum-kagum. Adegan di mana Rama berkelahi 1 lawan 4 di dalam mobil dan penggunaan long take yang berpindah dari 1 mobil ke mobil lain tanpa putus benar-benar masterful in filmmaking. Car chase yang gila, gunfight yang brutal, pertarungan di padang lumpur nan kolosal, perkelahian di padang salju yang menyentuh, perkelahian 1 lawan 2 yang faktap, pertarungan 1 lawan 1 antara Iko Uwais dan Cecep Arif Rahman yang membuat saya dan Patrick melakukan standing ovation seperti orang kerasukan setan kiriman Ustad Guntur Bumi, hingga adegan Iko Uwais yang disuruh telanjang oleh Bangun dan membuat mas-mas disamping saya berteriak "WAW!!!!!!!", sumpah teman-teman, The Raid 2: Berandal adalah salah satu film martial arts terbaik yang menghadirkan fight scene paling penting selama 1 dekade ini, dan merupakan salah satu film action terbaik yang pernah ada di dunia ini. Saya juga sangat menyukai dialog di awal film, di mana karakter Bejo (Alex Abbad) sedang membahas antara 'Ambisi' dan 'Batasan', entah kenapa dialog yang dilontarkan Bejo malah terdengar seperti kritik untuk kondisi para filmmaker yang memiliki ambisi besar, namun memiliki sebuah batasan yang menghambat mereka untuk berkarya lebih dan lebih lagi.
Yang membuat saya kurang sreg dengan film ini adalah karakter Rama yang terlalu putih dan terlalu kuat seperti super human. Bila di The Raid saya benar-benar dibuat cemas dengan keselamatan Rama dan teman-temannya, di The Raid 2, saya hanya bisa melihat dia mengamuk dan menggebuk lawannya tanpa ampun. Ketimbang memilih bersimpati pada Rama, yang notabene adalah sang jagoan, saya malah lebih bersimpati kepada karakter Eka dan Prakoso yang hanyalah pemeran pembantu. Setiap sabetan golok Prakoso dan muntahan peluru yang dikeluarkan Eka buat saya jauh lebih penting dan lebih engaging ketimbang melihat Rama menghantam lawan-lawannya, tanpa rasa takut sama sekali.
The Raid 2: Berandal adalah sebuah Carcosa dalam wujud sinema, ia akan membuat setiap orang yang masuk kedalamnya menggila dan akan terus menggila setelahnya. Pertanyaannya, sudah siapkah anda untuk menggila bersama The Raid 2: Berandal?
Sebenernya sih gua kurang lebih setuju-setuju aja dengan review mbahdarmoo aka admin Timothy diatas. gua cuma mau nambahin beberapa hal... Diantaranya adalah plot The Raid 2: Berandal yang agak ribet bertele-tele, tidak seperti The Raid 1 yang singkat, padat, jelas. Scene scene nonaksi yang terkesan memberi penonton 'pause' sebelum action-packed-adrenaline-bursting set pieces selanjutnya itu malah bikin alur ceritanya sulit untuk diikuti, (sesuai kata om-om yang pipis di bilik sebelah gua ke temennya pas di toilet; "Reza itu siapa? Bejo itu yang mana? What happened to Oka Antara?") ngebuat penonton jadi rada linglung.
But again, people, THIS IS THE RAID! Fu*k the story, let's just fight!
Selain beberapa hal yang kelewat absurd seperti hujan salju di Jakarta, latar belakang gerobak lomie ayam (sejak kapan lomie dijual digerobak?!), waktu tempuh kebut-kebutan dari kemayoran sampe senayan cuma 3 menit, puluhan orang dalam nightclub hilang mendadak, dan yang paling parah Yayan Ruhian jadi suaminya Marsha Timothy.
Hal yang menurut gua sangat-sangat kurang dari The Raid 2: Berandal ini adalah oneliner-oneliner epic yang quotable. In comparison, jika mengingat The Raid 1, tentu kita akan otomatis ingat kutipan kutipan kelewat badass para karakter The Raid: (dan bahkan beberapa saking gokilnya, malah jadi internet meme)
udah sih gitu doang. Ga ada lagi yang perlu gua tambahin~
Apa cuma gw yang ngerasa kalo adegan ini adalah homage buat film Bangkit Dari Lumpur |
Mbahdarmo Review.
Memang, shot-shot yang kelam dan mencekam seperti di The Raid: Redemption ataupun perasaan tersudut seperti tikus yang dikepung oleh sekelompok kucing sudah tidak terasa lagi di The Raid 2, tapi Evans menggantinya dengan berbagai macam shot-shot yang jauh lebih berkelas dan drama yang lebih kompleks. Evans juga membuat Indonesia tidak terasa seperti Indonesia, tetapi seperti sebuah dunia antah berantah yang menggunakan bahasa Indonesia sebagai sebuah bahasa umum. Ini terlihat dari adanya salju yang turun saat adegan Prakoso (Yayan Ruhian) sedang bertatung mati-matian. Buat saya, salju yang turun saat Prakoso sedang terengah-engah benar-benar menambahkan kesan mellow dalam film ini, membuat para penontonnya makin bersimpati dengan karakter Prakoso yang hidupnya semakin suram. Mas-mas gemulai disamping saya pun langsung menyenderkan kepalanya ke mas-mas yang ada disampingnya sambil bergumam: "kasian ya si Prakoso", saya pun mencoba melakukan hal yang sama ke bahu Patrick, sayangnya, Patrick langsung menabok kepala saya sambil berkata: "Najis lu Tim."
Selain adegan martial arts yang membuat mata tercengang, ada juga adegan car chase yang membuat setiap penontonnya terkagum-kagum. Adegan di mana Rama berkelahi 1 lawan 4 di dalam mobil dan penggunaan long take yang berpindah dari 1 mobil ke mobil lain tanpa putus benar-benar masterful in filmmaking. Car chase yang gila, gunfight yang brutal, pertarungan di padang lumpur nan kolosal, perkelahian di padang salju yang menyentuh, perkelahian 1 lawan 2 yang faktap, pertarungan 1 lawan 1 antara Iko Uwais dan Cecep Arif Rahman yang membuat saya dan Patrick melakukan standing ovation seperti orang kerasukan setan kiriman Ustad Guntur Bumi, hingga adegan Iko Uwais yang disuruh telanjang oleh Bangun dan membuat mas-mas disamping saya berteriak "WAW!!!!!!!", sumpah teman-teman, The Raid 2: Berandal adalah salah satu film martial arts terbaik yang menghadirkan fight scene paling penting selama 1 dekade ini, dan merupakan salah satu film action terbaik yang pernah ada di dunia ini. Saya juga sangat menyukai dialog di awal film, di mana karakter Bejo (Alex Abbad) sedang membahas antara 'Ambisi' dan 'Batasan', entah kenapa dialog yang dilontarkan Bejo malah terdengar seperti kritik untuk kondisi para filmmaker yang memiliki ambisi besar, namun memiliki sebuah batasan yang menghambat mereka untuk berkarya lebih dan lebih lagi.
Bos yakuza Goto-gumi cahaya vvota |
Yang membuat saya kurang sreg dengan film ini adalah karakter Rama yang terlalu putih dan terlalu kuat seperti super human. Bila di The Raid saya benar-benar dibuat cemas dengan keselamatan Rama dan teman-temannya, di The Raid 2, saya hanya bisa melihat dia mengamuk dan menggebuk lawannya tanpa ampun. Ketimbang memilih bersimpati pada Rama, yang notabene adalah sang jagoan, saya malah lebih bersimpati kepada karakter Eka dan Prakoso yang hanyalah pemeran pembantu. Setiap sabetan golok Prakoso dan muntahan peluru yang dikeluarkan Eka buat saya jauh lebih penting dan lebih engaging ketimbang melihat Rama menghantam lawan-lawannya, tanpa rasa takut sama sekali.
The Raid 2: Berandal adalah sebuah Carcosa dalam wujud sinema, ia akan membuat setiap orang yang masuk kedalamnya menggila dan akan terus menggila setelahnya. Pertanyaannya, sudah siapkah anda untuk menggila bersama The Raid 2: Berandal?
A.R Review
But again, people, THIS IS THE RAID! Fu*k the story, let's just fight!
Selain beberapa hal yang kelewat absurd seperti hujan salju di Jakarta, latar belakang gerobak lomie ayam (sejak kapan lomie dijual digerobak?!), waktu tempuh kebut-kebutan dari kemayoran sampe senayan cuma 3 menit, puluhan orang dalam nightclub hilang mendadak, dan yang paling parah Yayan Ruhian jadi suaminya Marsha Timothy.
Hal yang menurut gua sangat-sangat kurang dari The Raid 2: Berandal ini adalah oneliner-oneliner epic yang quotable. In comparison, jika mengingat The Raid 1, tentu kita akan otomatis ingat kutipan kutipan kelewat badass para karakter The Raid: (dan bahkan beberapa saking gokilnya, malah jadi internet meme)
sementara di The Raid 2: Berandal, mungkin satu-satunya oneliner yang quote worthy adalah ini
(dan bukan dalam bahasa Indonesia pula)
(dan bukan dalam bahasa Indonesia pula)
entah gua salah liat atau gimana, tapi gua yakin banget bos yakuza Goto-gumi tjahaya wota bilang begitu |
udah sih gitu doang. Ga ada lagi yang perlu gua tambahin~
itu photo yg terakhir mas-mas yang bilang "waww" bukan, waktu pas Rama telanjang
ReplyDeletewkwkwkwkw
Waaaaaaaak pengeeeen nontooooon!!!
ReplyDeletegimana ceritanya ente bisa lolos nonton the raid? ente kan masih dibawah umur.
ReplyDeleteemang The Raid 2 suasananya lebih serius.. konsentrasinya lebih ke plot dan cerita. kalo org yang lelet pasti gak bisa nangkep ceritanya.. memang benar kalau the raid 1 itu pemanasan buat the raid 2 yang bakalan lebih serius dari segala aspek
ReplyDeletesatu2nya film indonesia yg gw tonton dibioskop selama lbh dari 5tahun,,siap2 bawa martil klo ada yg ngomong dibisokop selama film diputar.
ReplyDelete