Buat orang Indonesia, nama Alejandro Jodorowsky itu terdengar seperti nama David Bowie ato Elton John, ga semua orang tau siapa dia, tapi karya2nya itu diketahui oleh orang2 dengan daya intelejensia tinggi yang suka coli ngeliat gambar Grace Kelly malem2. The Holy Mountain, contohnya, adalah sebuah contoh konkret gimana sebuah film itu ga perlu 100 galon darah untuk bikin orang muntah bakwan (Yang baca review The Holy Mountain gw kemaren pasti ngerti apa yang gw maksud), Cukup dengan beberapa scene yang bizzare, visual yang eksotis tapi 'ngehe; dan muka plontos sick bastard motherfucker bernama ALEJANDRO JODOROWSKY, udah deh, tuh layar laptop (or TV) bakal berubah jadi dunia surrealis paling aneh, dimana lu bingung mau cari jalan keluarnya dimana. The Holy Mountain adalah sebuah film yang bikin gw ketawa bercampur sedih sekaligus bersemangat menghadapi hidup pas filmnya berakhir. Akankah El Topo, karya Alejandro Jodorowsky ini bisa menandingi keindahan visual The Holy Mountain, atau malah lebih buruk?
El Topo nyeritain tentang petualangan seorang pria (Alejandro Jodorowsky) yang berusaha untuk mengalahkan 4 master penguasa padang pasir, mulai dari seorang pria bersuara wanita yang kebal ditembak peluru, sampe master terakhir yang paling kuat (yang gak akan gw spoilerin), semuanya akan dibalut dalam perjalanan sureal yang kurang lebih 2 jam ini, dan sorry again, gw gak akan nyeritain detil sinopsisnya lebih detil lagi, takutnya ntar spoiler wuahahaha.
"Om-om, itu anaknya baru 7 tahun kok, masa disuruh ngubur mainannya, swt" |
Dari menit2 awal ni film dimulai, dahi gw udah mulai berkerut dan lipatannya mulai bertambah banyak kayak lipatan dahi Matthew McCoughfriedchicken, gimana engga? 5 menit pertamanya aja gw udah dibikin bingung, ini ngapain koboi pake baju item2 ngajak anak kecil umur 7 tahun, TELANJANG GAK PAKE BAJU PULA, muter2 pake kuda di jalan pasir, apakah tu koboi sebegitu miskinnya sampe ga mampu ngebeliin anaknya baju?
"Dek-dek, bajunya mana dek?" |
Tapi ya sudahlah, toh Alejandro Jodorowsky memang cara berpikirnya begitu, nikmati saja #apeu. Kemudian film berjalan terus seperti sebuah angkot kota Banjarmasin yang selalu berputar jurusan Belitung-Sudimampir yang berjalan dalam arah yang sama 7 kali seminggu, 365 kali setahun, sampai filmnya berhenti pada sebuah titik dimana El Topo yang awalnya gersang dan sepi, berubah jadi sebuah pertunjukan seni yang konyol tapi memukau, adegan 'balon meledak' itu buat gw pribadi bener2 hillarious gila, dimana El Topo menghadapi 3 orang bandit, dan dengan 1 tembakan aja, dia bisa ngematiin *** orang bandit, logicnya? gausa dipertanyain, namanya juga Alejandro Jodorowsky.
Nih video bukan spoiler berat sih, spoiler ringan, tapi tetap aja ini adalah salah satu adegan terhebat yang pernah diciptain umat manusia, Sergio Leone dan Sergio Corbucci bakal sujud sungkem di depan Alejandro Jodorowsky karena ini scene bener2 terlalu mindblowing-fucking-motherfucker-epic.
Berbeda dengan pace cerita The Holy Mountain yang agak lambat, pace yang ada di El Topo ini cepat dan jujur, menegangkan. Adegan tembak2an surrealnya dan sinematografinya itu bener2 visualy faktap lahir batin, walopun dari segi teknik, ni film agak kancrut (budgetnya gan, budgetnya) tapi nilai minus dalam segi teknikalnya tetap tidak mengurangi keseluruhan kualitas teknikal El Topo, why? karena Jodorowsky, secara magis, sukses menyedot gw ke dalam dunianya yang kering, gersang, dan tandus. Saking ni film berasa banget aura seamless realism-nya, tau2 dipertengahan film gw ngerasa panas dan haus banget, asli dah, padahal jelas2 kamar gw itu dah pake kipas angin kecepatan tinggi, tapi kok malah panas kayak tempat rumah makan padang ya, panas panas panas.
"Jodorowsky berhasil membuat film dimana situasi dunianya dan seluruh karakternya sendiri bukan sebuah realita ato fiksi nyeleneh, tapi metafor akhir jaman yang jadi kritik buat sinema masa itu yang terlalu mementingkan keuntungan dan mendapat pengakuan. Dengan alur cerita yang unik dan dialog2nya yang layak dijadikan status facebook ato bio twitter biar penggunanya keliatan makin intelek, untuk ukuran film indie tahun 70an, El Topo ini terlalu gila untuk penonton jaman itu, gw yakin, Jodorowsky pasti masukin ajian pelet dukun nyium2 tai ayam biar filmnya bisa jadi pretensius fucking awesome gila kek gini."
Masuk ke pertengahan film, alur cerita dan tensi El Topo makin kuat dan makin menegangkan saat El Topo harus menghadapi 4 orang master yang sebenarnya jauh lebih superior dari dirinya sendiri, aura2 khas Yojimbo Akira Kurosawa dan A Fistful of Dollar Sergio Leone pun mulai berasa di El Topo, bedanya, kalo di Yojimbo dan Fistful of Dollar jagoannya ngelawan orang yang lebih superior dalam hal senjata (eg. A Fistful of Dollar menampilkan Man With No Name yang memakai revolver biasa ngelawan bos terakhir yang make senapan) maka El Topo ini nampilin musuh yang impossible dan gak bisa dilawan, ini sudah impossible, 4 orang pula, I mean, gimana sih caranya lu duel 1 lawan 1 dengan musuh yang badannya ditembak pake pistol kagak bisa mati2?
"Cukup mas, cukup, jangan lagi mas jangan!" |
Tapi unsur inferior vs superior dan ketakutan itulah yang membuat gw menyukai El Topo, perasaan campur aduk yang begitu menegangkan itu sukses bikin gw merinding pas El Topo harus ngelawan makhluk berwujud aneh yang fotonya gw tampilin di atas. Adrenalin gw terpompa habis2an pas melihat duelnya, dan entah kenapa, pikiran gw langsung melayang ke jagoan favorit gw di video game, SOLID/NAKED SNAKE, btw gw mau ngalur ngidol dulu nih, di game Metal Gear Solid 3: Snake Eater (Game ps2 terbaik yang pernah gw mainkan, selain Dragon Quest VIII), kita ngendaliin seorang agen rahasia bernama Snake. fyi, Snake itu cuman manusia biasa, dia cuman punya skill stealth khas agen C.I.A dan jago beladiri C.Q.C, tapi musuh2nya itu luar biasa superior semua, mulai dari manusia yang bisa manggil lebah dari mana2, terus manusia yang bisa manjat kayak laba2, terus dia harus ngelawan The Sorrow, seorang medium spirit (baca: hantu) yang bingung gimana cara ngelawannya, sampe ngelawan sniper dewa yang umurnya udah 100 tahun lebih. Perasaan tegang saat kita ngeliat seorang protagonis inferior harus ngelawan antagonis superior itu bener2 emosional dan ngaduk2 nurani kita yang paling dalam. Kalo lu dah pernah main Metal Gear Solid, lu pasti ngerti deh maksud gw, kalo belum segeralah mainkan, why?, karena MGS itu adalah salah satu contoh gimana sebuah hiburan interaktif bisa bersatu-padu dengan cinematic experience yang engaging, jangan ngaku gamer deh kalo berlum pernah nyentuh Metal Gear Solid.
"Pertentangan Ideologi dan Justifikasi antara sang protagonis dengan sang antagonis berperan penting dalam film ini. Setiap kali sang El Topo hendak berduel dengan para master penguasa gurun, akan selalu terjadi dialog dan pertentangan ideologi antar karakter, Jodorowsky dengan hebatnya membangun tensi ketegangan dengan dialog2 polos yang membuat karakter El Topo tersudut seperti tikus yang terkepung oleh racun tikus Dora, yang kemudian berujung pada sebuah akhir duel yang rewarding dan manis, seperti coli pertama pada usia dini yang akhirnya mencapai puncak kenikmatan tertinggi setelah berkali2 mencoba dan berkali2 juga mengalami kegagalan."
Sayangnya, bagian kedua film ini terasa datar dan agak membosankan, gak akan gw bahas sih detilnya karena mungkin spoiler, tapi gw yang sudah punya ekspektasi tingkat tinggi malah dikecewakan di paruh akhirnya. Tensi film yang sedemikian jenius dan tegang jadi berantakan di akhir cerita. Mungkin plot lanjutannya bagus dan terkesan 'nyeni' untuk sebagian orang, tapi buat gw pribadi, gw tetep kurang suka dan tetep kecewa. Gak kayak Holy Mountain yang bikin pusing di awal dan rewarding di akhir, El Topo ini malah kebalikannya Holy Mountain, rewarding di awal, dan mengecewakan di akhir.
| |
Overall, El Topo adalah sebuah pengalaan sinematis yang unik dan menegangkan, lu boleh cari 100 judul film western yang pernah ada in our existence, tapi mau gimana juga, lu gak akan pernah bisa nemuin film yang premis dan alur ceritanya bisa sebizzare dan semindfuck El Topo, dan buat yang nganggep The Holy Mountain terlalu berlebihan atau keterlaluan, maka El Topo masih bisa dijadikan alternatif mengingat El Topo, adalah karya Jodorowsky yang paling sopan imo. Gw sebenarnya pengen bener ngereview Santa Sangre, tapi dari kemarin gw belum ketemu link videonya yang appropriate buat ditonton, mana itu subtitlenya aneh2 semua lagi, hadeuh.
PS: Btw kalau kalian punya akun twitter, bantu follow akun @KFGadungan yuk, kasian gw sama si A.R, dia mulai menggila dan ngebahas GTA V melolo gara followers tuh akun kagak naek2. Mohon bantu follow ya guys huhuhuhuhu.
0 comments:
Post a Comment