Sebelum menjadi seorang maniak film yang suram seperti sekarang, gw adalah seorang video-game geek yang tingkat kecanduannya lumayan. Setiap hari, sepulang sekolah, gw selalu main BlazBlue, MvC 3, atau Arkham Asylum di rental ps3 deket rumah gw, dan setiap kali ke Mall, pikiran gw selalu tertuju kepada mesin game Arcade Wangan Midnight Maximum Tune 3 DX+ yang ada di 21 Cineplex kota gw. Video Game adalah jendela dunia gw, dengan Video Game, gw melihat dunia lewat lain yang diciptakan oleh sang developer game, Video Game sama seperti film, sebuah media alat bantu untuk lari dari kenyataan. Tanpa Grand Theft Auto San Andreas, mungkin gw ga akan merasakan nikmatnya merusuh, mencuri mobil, menembak warga secara membabi buta, dan menjadi gangster, which is, cuman ada di Video Game. Tanpa Guitar Hero II, gw mungkin gak akan kenal dengan band2 jaman dulu yang keren2 macam Gun N Roses, Metallica, Danzig, Motley Crue, Dragon Force, dan tanpa game itu, mungkin gw ga akan menjadi penggemar The Police sampai sekarang. Tanpa Metal Gear Solid, gw mungkin ga akan pernah punya pikiran kritis. Tanpa BlazBlue, Tekken 3, dan Marvel Vs. Capcom, gw ga akan pernah merasakan nikmatnya memukul orang sepuasnya. Dan tanpa Wangan Midnight Maximum Tune, mungkin gw ga akan pernah tau gimana rasanya adrenalin yang yang bergejolak dalam dada gw saat gw berusaha melakukan drifting dan berusaha menyalip musuh gw yang sedang memacu kecepatan setinggi2nya di jalan tol bernama wangan. Tanpa Video Game, gw mungkin bukanlah manusia, Video Game itu memang pada kenyataanya hanyalah rekaan manusia dan hanyalah sebuah hiburan, tidak lebih dan tidak kurang, Video Game membuat kita yang tidak bisa melakukan sesuatu di dunia nyata, bisa kita lakukan di Video Game. Video Game itu tidak punya pikiran dan tidak punya kehendak bebas, kitalah, manusia yang mengendalikan suatu karakter dalam Video Game itu untuk mencapai suatu titik tertentu.
Tapi Bagaimana jika pada kenyataanya, karakter dunia maya itu ternyata memiliki free will, alias, karakter video game memiliki pikiran sendiri?, premis yang dihadirkan disini mirip2 ama Toy Story dimana mainan2 disitu punya pikiran sendiri dan memiliki dunianya sendiri. Apakah Wreck-it Ralph ini adalah sebuah rip-off halus dari Toy Story, atau Wreck-it Ralph adalah sesuatu yang baru, fresh, dan menyenangkan dalam industri animasi?