Setelah lelah dua tahun lebih menunggu (mungkin kalian yang ngikutin blog ini juga lelah nunggu ampe mau setahun nih blog kaga di apdet2), akhirnya Batman v Superman nongol di bioskop. Jika Man of Steel (saya pernah menulis review-nya di sini bersama sepupu saya yang sudah pensiun sebagai kritikus film dan sepertinya sudah jadi filmaker lahir batin di Bandung) berhasil membuat saya tercengang tiga tahun yang lalu, Batman v Superman memberikan perasaan yang serupa dengan level yang sedikit berbeda. Kalau mau diibaratkan, Man of Steel membuat saya terkejut seperti ketika saya dapat kabar kalau saya lulus UN dengan nilai pas-pasan, sementara Batman v Superman membuat saya terkejut seperti perasaan tekejutnya seorang bapak2 PNS gaji-7,5-termasuk-tunjangan yang mendapat hadiah sebuah motor Harley Davidson dari MLM. "Lho, kok bisa ya saya dapat motor Harley? Padahal kan cuma MLM?", ucap bapak2 PNS gaji-7,5-termasuk-tunjangan itu bisa dikatakan mirip seperti apa yang saya ucapkan ketika film ini menyentuh credit title, "Loh, kok bisa ya saya menyukai Batman v Superman? Padahal kan dibenci banyak kritikus?". Ya, di awal tulisan ini saya menegaskan kalau saya sangat menyukai BvS, dan saya sempat berpikir kalau film ini (mungkin) mengungguli Batman versi Nolan malah, untung setelah saya berpikir secara rasional di Indomaret Kelapa Gading, saya diberi pencerahan bahwa Nolan itu memang (mungkin) tidak tertandingi. Berikut adalah alasan kenapa saya benar-benar menikmati BvS.