Guys, ga semua film jadul itu jelek kok, emang bener sih kalo dari segi teknikalitas, film jadul era taon 80 kebawah itu cupu banget gaya2nya kalo dibandingin ama film2 jaman sekarang, kalo lu coba nonton film jadul, awal2nya pasti ngebosenin banget, kayak Dr. Strangelove dan Vertigo itu awal2nya tai banget ngeboseninnya. Tapi percaya deh, mulai dari pertengahan sampe akhir, film jadul kayak begitu akan berubah menjadi sebuah magnum-opus nan memorable yang endingnya sendiri bakal menjadi sebuah rewarding shit yang bakal ngebikin lu orgasme segila2nya, serius. Dan beberapa hari yang lalu, mumpung gw lagi di kota lautan api neraka (red. Jakarta), gw pun berkesempatan untuk ikutan nonton Badai Pasti Berlalu-nya Teguh Karya di Kineforum, sebuah bioskop non-komersil yang muterin film2 dari seluruh dunia yang judulnya sendiri mungkin belum pernah lo denger. Awalnya sih gw mau ikut nonton The Piladelphia Story, cuman sayang, itu film 18 tahun keatas, dan kalo mo nonton harus nunjukin KTP, sial, pengen deh gw ngomong ke mas2nya: "Mas, mungkin secara fisik saya masih 16 tahun, tapi dari lubuk hati saya yang paling dalem, saya sudah berumur 25 tahun, saya udah nonton A Clockwork Orange puluhan kali (6 kali deh 6 kali), Mulholland Dr 2 kali, The Holy Mountain 2 kali, Dial M For Murder 2 kali, kasihani saya lah mas, kasihani saya...."
Film dibuka dengan adegan Siska (Christine Hakim) yang lari2 dan ditemani dengan lagu "Badai pasti berlalu" yang dinyanyikan oleh Berlian Hutauruk (Entah kenapa kalo di ucapkan terdengar seperti Buta Huruf). Leo (Roy Marten) adalah seorang Mahasiswa kedokteran dan bersahabat dengan kakak Siska, Jhonny (Gw lupa namanya guys, maaph eAaAaA). Si Bajingan Leo kemudian melakukan taruhan 100 ribu dengan teman2nya kalau sampai Leo berhasil membawa Siska ke jenjang pertunangan (Ngomong2 100 ribu jaman dulu mahal guys, 3 ribu perak aja bisa buat ngedatengin guru privat sebulan, apalagi 100 ribu). Siska, kemudian mengetahui bahwa ternyata Leo mempermainkan dirinya. Siska, yang pada akhirnya memutuskan tali pertunangannya kemudian menutup diri terhadap lelaki dan tidak percaya lagi dengan laki2, sebaliknya, Leo malah sadar, bahwa dirinya sendiri sangat mencintai Siska. Akankah 2 sejoli ini kembali bersatu padu layaknya Jesse dan Celine, Polisi 663 dan Faye, Joel dan Clementine, Takaki Toono dan Akari Shinohara, Bruce Wayne dan Rachel? Yang jelas, akan ada Badai yang sangat besar menerpa hidup Siska dan Leo dalam perjalanan mereka menuju dunia cinta yang hakiki.
Kalo boleh jujur, ini pertama kalinya gw nonton film jadul di layar gede bioskop, dan mungkin juga, ini pertama kalinya dalam tahun ini gw nonton film dengan format reel film 35mm yang umurnya 20 tahun lebih tua dari gw, karena dari kualitas gambarnya sendiri, Badai Pasti Berlalu itu butek sekali pewarnaanya, kalo lu pernah nonton film2 Warkop Dono-Kasini-Indro di TV, trust me, pewarnaan dan kualitas gambarnya masih smooth dan enak, meanwhile Badai Pasti Berlalu sendiri memiliki kualitas gambar yang tidak kekaruan, ini mungkin disebabkan karena pengarsipan film Indonesia yang kurang bagus. Tapi berkat gambarnya sendiri yang kurang bagus malah membuat Badai pasti Berlalu menjadi sebuah pengalaman nonton film Indonesia paling unik di bioskop.
Antrian film Badai Pasti Berlalu. |
Dari segi teknikalitas, Badai Pasti Berlalu memang sederhana, tapi dari segi narasi dan musik pengiring, Badai Pasti Berlalu sendiri nyaris sempurna dan flawless. Berbagai macam problematika, masalah hidup, realisme sosial, dan juga sisi romance yang sakit, semuanya itu terbungkus secara rapi, awesome, dan 'well crafted', membuat gw gak bisa melepaskan pandangan gw dari layar bioskop sedikit pun, meskipun ada cewe cakeup yang ada di bagian belakang kanan gw. Kualitas narasi yang dimiliki Badai Pasti Berlalu membuat penontonnya hanyut dalam dunia yang diciptakan Teguh Karya dan membuat gw mengalami efek 'seamless realism'. Gw merasa seakan2 ga duduk di kursi penonton lagi, tapi gw udah masuk ke dalam dunia Teguh Karya, alias, gw ga sedang nonton film Badai Pasti Berlalu, tapi gw seakan2 udah masuk ke dalam film itu sendiri.
Tempat ngambil karcis. |
Mungkin ini berlebihan, tapi buat gw, Badai Pasti Berlalu sendiri adalah sebuah karya yang layak disandingkan dengan film macam A Clockwork Orange, karena dari segi cerita, Marga T dan Anthony Burgess udah berhasil menghadirkan cerita yang rumit, kelam, dan absurd. Dan dari segi penyutradaraan, Teguh Karya dan Stanley Kubrick berhasil mengubah sebuah novel menjadi sebuah pengalaman sinematis yang gila, walaupun Teguh Karya memang gak se-dewa Stanley Kubrick sih, tapi both of them sukses dalam mengambil intisari serta butiran2 cerita dan merangkum semuanya menjadi sebuah karya sinema yang sangat enjoyable selama durasinya berjalan. Film bisa dibilang bagus itu menurut gw kalau penontonnya jadi lupa waktu karena terbuai dengan keindahan film yang disaksikan, dan Badai Pasti Berlalu membuat gw merasakan hal itu. "Eh, tau2 ternyata udah jam 10, taxi Blue Bird masih ada yang lewat kagak jam segini?: <---Takut ga bisa pulang dari TIM.
Udah nonton filmnya gratis, dapet majalah cinemags gratis lagi, duh, makin cinta ama Kineforum. *Bukan review berbayar* |
Badai Pasti Berlalu bukanlah karya sempurna, masih banyak dialog2 cheesy disini yang bikin gw senyum2 miris dan ilfeel, tapi cerita serta shot2nya itu buat gw sangat visioner untuk ukuran film Indonesia tahun 1977. Adegan paling bangsat menurut gw itu pas si Christine Hakim lari2 dari rumah Slamet Raharjo, men, itu shot bener2 epic menurut gw, si Teguh Karya ga cuman nampilin adegan si Christine Hakim doang, tapi pas dia nge-shot adegan itu, dia gak lupa buat nyelipin adegan2 si Roy Marten senyum2, ornamen salib yang bertebaran dimana2, bunyi lonceng gereja yang disturbing, patung Tuhan Yesus yang bikin gw mengerutkan dahi, dan beberapa shot2 aneh yang menambah kesan surealis di Badai Pasti Berlalu jadi makin faktap, dan ga cuman sampe disitu, narasi Badai Pasti Berlalu itu disturbing, alunan musiknya masih berdengung di kepala gw, akting Christine Hakim nya over the top, Roy Marten nya ganas cetar membahana, shot adegan si Christine Hakim pas lari itu epic surealis mantep, tapi kenapa film kayak begini kagak direstorasi, ato di remastered dan dibenerin supaya bisa jadi kualitas bluray 1080p, ato kenapa film kayak gini kagak di pasarin supaya bisa ditonton khalayak umum, THIS IS WHAT INDONESIAN PEOPLE NEED TO SEE, tontonan seperti inilah yang dibutuhkan masyarakat sekarang, buang jauh2 deh film2 sampah Indo macam 3 Playboy Galau atatu film2 tai lainnya yang membuat audience merasa tertipu, KK Dheeraj ama Nayato itu udah harus didepak, atau di blacklist dari dunia perfilman nasional. Udah deh, males gw koar2 nyebutin nama sutradara tai ayam yang ngebikin penonton males pergi ke bioskop nonton film Indonesia karena karya2 sampah mereka, ampe Morgan Freeman datang kedua kalinya juga kayaknya mereka gak bakal tobat bikin film2 sampah yang mengeksploitasi pocong dan kuntilanak yang semula seram malah jadi setan tergoblok sedunia.
PS: Ngomong2 kalo lu mau tau apa aja film2 jadul yang bagus, nih top 10 film klasik favorit gw, dari tahun 1940-an sampe 1980, jaminan bagus deh, kalo jelek tembak gw di kepala pake peluru Undying Will Hitman Reborn, cekidot.
1. The Good, The Bad, and The Ugly (1967)
2. A Clockwork Orange (1971)
3. 2001: A Space Odyssey (1968)
4. Dr. Strangelove or: How I Learned to stop worrying and love the bomb (1964)
4. Dr. Strangelove or: How I Learned to stop worrying and love the bomb (1964)
5. 12 Angry Men (1954)
6. It's A Wonderful Life (1946)
7. Vertigo (1958)
8. Bicycle Thieves (1948)
9. The Holy Mountain (1973)
10. Dial M For Murder (1954)
6. It's A Wonderful Life (1946)
7. Vertigo (1958)
8. Bicycle Thieves (1948)
9. The Holy Mountain (1973)
10. Dial M For Murder (1954)
Berkhayal bisa liat film ini dalam bentuk Criterion Collection...
ReplyDeletemampir ke blogku ya..
denofilm.blogspot.com
nice list.....
ReplyDelete